tag:blogger.com,1999:blog-57198847122180151562024-03-06T11:58:03.841+07:00Bimo T PrasetyoA Tribute To Kliwon & Rochim: Father, Guru & FriendBimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-23992366825497179292009-09-19T05:01:00.000+07:002009-09-19T05:08:16.186+07:00Polri vs KPK<span style="font-size:85%;"><span style="font-family: arial;">Setelah wanita-wanita itu berjuang menyabung nyawa melahirkan putra-putranya</span><br /><span style="font-family: arial;">Setelah tahunan tanpa putus do'a dan harapan</span><br /><span style="font-family: arial;">Setelah dekade pengabdian tiada henti, tiada pamrih</span><br /><span style="font-family: arial;">Akhirnya hanya membesarkan laki-laki yang tak mampu berjalan diatas nuraninya sendiri</span><br /><span style="font-family: arial;">Laki-laki yang melawan kata hatinya</span><br /><span style="font-family: arial;">Laki-laki yang memerangi dirinya sendiri</span><br /><span style="font-family: arial;">Laki-laki yang tak menyisakan sedikitpun dalam nafas dan darah mereka</span><br /><span style="font-family: arial;">Keberanian, keteguhan ibu-ibu mereka</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Siapa yang sesungguhnya telah mengkhianati cinta tulus ibu-ibu mereka?</span><br /><span style="font-family: arial;">Hanya mereka dan Allah yang tahu</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Duhai, betapa sia-sianya darah, air susu ibu dan pengorbanan mulia ...</span></span>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-85735426062090893042009-09-18T11:33:00.000+07:002009-09-18T11:34:38.060+07:00Menanti Ujung<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;">Gusti, <br />Belum lagi selesai kutulis doa ampunanku <br />Belum lagi tuntas aku urut semua kezalimanku pada nuraniku, <br />pada diriku, keluargaku, temanku, rekan kerjaku <br />Yang akan kupersembahkan sebagai hadiah untukMu <br />Agar Kau sudi tak berpaling dariku <br />Namun, telah datang dihadapanku bayangan senyumMu <br />yang menentramkan sanubariku, menghilangkan dahagaku <br />yang kubawa kemana-mana <br /><br />Ampuni aku karena aku berganti mengucap syukur <br />dan meninggalkan doa sesal yang tak tuntas kupanjatkan <br /><br />Izinkan aku sekali ini saja<br />Ditengah gemuruh deras hujan anugerah<br />Untuk menemukan <br />ujung untaian syukurku padaMu </span></span>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-54232636833194233492009-03-20T00:49:00.002+07:002009-03-20T00:56:16.313+07:00Doa Malam<span style="font-family:arial;font-size:85%;">Gusti,<br />Malam ini aku masih terjaga<br />Tertahan gelisah<br />Menatap pintu-pintu tertutup<br />Mencari kesempatan<br />Mewujudkan impian membangunkan jiwa-jiwa tertidur<br />Dibuai kegagalan demi kegagalan<br /><br />Gusti,<br />Ditanganku tergenggam<br />Berjuta harapan keberhasilan<br />Agar barisan tersusun ulang<br />Dan kerja besar dapat diteruskan<br /><br />Gusti,<br />Malam ini aku masih terjaga<br />Karena percikan RahmatMu<br />Terkirim dalam pesan sederhana<br />Berisikan harapan<br />Agar aku tak pernah mengabaikan lagi<br />Sejuk rengkuhan tanganMu<br />Pada kalbu yang senantiasa gelisah<br />Menunggu akan datangnya hari<br />Kebenaran janji-janjiMu<br /><br />Lembutkanlah tangannya<br />Agar keturunannya menjadi lelaki penyabar<br />Dalam berjalan mencari cahayaMu<br />Lembutkan hatinya<br />Agar suaminya menemukan labuhan<br />Dari letih menegakkan namaMu<br />Lembutkan tuturnya<br />Agar kami temukan keindahan<br />Dalam untaian kalimat penuh hikmahMu<br /><br /> </span>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-24710601311293574152009-03-08T13:34:00.001+07:002009-03-08T13:38:32.353+07:00Mujahidah<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;">Beberapa hari lalu saya chatting dengan seorang rekan dari tanah sebrang. Ia seorang aktivis sosial seperti saya. Kami diskusi mulai dari kerjaan sampai keluarga, dari mimpi-mimpi yang kita dulu sampai kasus Muchdi PR. Yang paling panjang dibahas adalah posisi 'aktivis wanita', yang katanya sempet jadi bahan diskusi panjang dilingkungan kerjanya.<br /><br />Masalahnya adalah: ketika sudah menikah dan memiliki putra, rekannya cenderung agak sulit bergerak bebas. Sementara pekerjaan yang mereka geluti itu gak pernah berhenti. Belakangan ini mereka agak keteteran. Serba salah, satu sisi potensi dan skill-nya masih belum selesai ditransfer, sementara cute little baby dan 'cute little baby's father' juga perlu 'pendampingan'.<br /><br />Butuh waktu yang lama sebelum bisa menguraikan pandangan saya.<br /><br />Saya kemudian mencoba mengajak dia kembali ke konsepsi awal. Bangunan Islam itu berdiri dengan masyarakat sebagai pijakannya. Masyarakat sendiri akarnya ada di keluarga. Jadi keluarga adalah pondasi Islam. Sedemikian strategis peranan keluarga, hingga Islam mengizinkan hukuman 'paling sadis' dalam sejarah manusia: rajam bagi penzina. Semua karena zina benar-benar tidak menyisakan apapun bagi keluarga kecuali kehancuran.<br /><br />Dalam keluarga, peran ayah dan ibu berbeda. Ayah sebagai penopang keluarga, ibu sebagai pembentuk karakter terutama anak pada usia -0.5 tahun s/d 13-an tahun. Saya jelaskan bahwa saya pernah membaca jurnal penelitian psikologi yang menyebutkan karakter dan kecerdasan (sosial, intelektual dlsb) seseorang pada masa-masa golden age, 45 thn-an, sangat dipengaruhi input yang diterima dari usia 0 - 10 tahun. Luar biasanya, pada usia 0-10 tahun itu, ternyata peran ibu sangat-sangat-sangat-sangat dominan.<br /><br />Peran wanita (memang) krusial dalam Islam. Jadi adalah dipahami mengapa Islam 'cenderung' mendorong wanita untuk 'stay home for certain period'. Itu tidak ada hubungan dengan penghormatan pada wanita, pada kesetaraan gender, pada kesempatan yang sama. Tapi dorongan itu untuk pemenuhan fungsi yang tidak mungkin dimainkan oleh laki-laki secara sempurna.<br /><br />Bagaimana dengan wanita yang berkarier, termasuk rekan aktivis tersebut? Menurut saya pribadi, itulah keunggulan wanita. Selain karena alasan ekonomi, mereka memahami bahwa ada potensi lain yang Allah titipkan yang dapat bermanfaat bila 'dibagikan' kepada masyarakatnya. Pada sisi pandang ini, wanita mengerjakan peran ekstra bersama pria untuk menunaikan perintah Allah: mewujudkan bangunan Islam. Sungguh mereka membagi potensi mereka untuk dua peran: pembentuk karakter dan kecerdasan dan penggiat dakwah.<br /><br />Bila saya dalam posisi yang bisa menentukan, saya akan memilih mendorong wanita untuk segera mendampingi generasi penerus dan membebankan sisa tugas yang tersisa pada rekan pria lainnya, termasuk saya. Pun dalam posisi itu, dia akan tetap menerima haknya secara penuh. Soal kemudian sang ayah juga merasakan 'manfaat pendampingan' tersebut, itu adalah rejekinya.<br /><br />Ini tidak ada hubungannya dengan profesionalisme. Dengan berlaku demikian, mereka tetaplah seorang profesional. Kita sedang berjuang, dan mereka pada waktu tertentu lebih dibutuhkan ditempat lain. Soal setumpuk pekerjaan yang kemudian tersisa, tenang saja, Allah ada disamping kita. Maksudnya bila kita ikhlas dan bersungguh-sungguh, akan ada jalannya.<br /><br />Saya pikir tidak akan ada gunanya ketika kita berhasil mendirikan benteng yang sangat kuat dan indah, tapi kemudian kita menemukan generasi penerus kita, mereka yang akan memanfaatkan bangunan itu, justru tidak memiliki karakter yang diperlukan untuk berjuang.<br /><br />Rekan saya nampaknya memahami sisi pandang saya.<br /><br />Ketika bertanya bagaimana meyakinkan 'boss' dan rekan-rekannya soal itu, jawab saya semua itu adalah proses. Yang diperlukan adalah contoh. Kita bisa istiqamah dengan pandangan itu dan istiqamah membantu pekerjaannya yang tidak selesai agar semua yakin bahwa pendekatan itu memang bisa dilakukan.<br /><br />Bagaimana dengan keluarga para pria, anak-anaknya? Saya pikir kita cuma harus nambah 1-2 jam saja dari aktivitas kita. Lagi pula Allah bukanlah manusia yang berfikir parsial. Ia akan mendidik keluarga kita pada saat kita bersungguh-sungguh membela agamaNya, Ia sudah mempersiapkan semuanya untuk kita, utuh dan lengkap.<br /><br />Terakhir karena sudah mulai pagi, saya mengajak dia untuk mulai mendidik diri kami, saya dan dia, untuk melepas kepulangan mujahiddah kami dengan senyum dan perasaan bangga. Mulai mendidik pikiran kami bahwa setibanya dirumah, mujahiddah kami tidaklah beristirahat. Ia sedang berjuang dimedan pertempuran yang lain, perjuangan yang Allah titipkan khusus kepada kaumnya saja, termasuk istri-istri kami.<br /><br />Batam, Juni 2008</span></span>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-15775303741569227702009-03-08T12:37:00.000+07:002009-03-08T13:30:03.499+07:00Labbaika ...<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;">Ya Allah,<br />Inilah hamba datang<br />Berlari menyeret dosa dan keingkaran<br />Terengah-engah diantara kegelisahan<br />Bahwa Engku akan meninggalkanku<br />Dijalan gelap penuh debu<br /><br />Labbaika Allahumma Labbaik<br />Aku dengar panggilanMu<br />Bagi hamba-hamba yang berserah diri<br />Inilah aku datang <br />Berharap dapat bersama<br />Golongan ahli syukur<br />Yang tengah berbondong-bondong<br />Berjalan bercengkerama<br />Memasuki cahayaMu</span></span>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-25190067398220155152009-03-04T21:24:00.000+07:002009-03-04T21:26:23.359+07:00Izinkan aku Menjadi Sebab<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;">Duhai Pemilik Dunia,<br />Telah datang kepadaku,<br />Kasih SayangMu dalam bentuk yang mengguncangkan<br />Mengusik keasyikan berkhalwat dengan dunia<br />Tentang bibit kesempitan yang aku sebar dahulu<br />Yang mungkin telah tumbuh menjadi belukar kegalauan<br /><br />Duhai Pemilik Jiwa,<br />Aku bukanlah orang suci,<br />Yang tak tergoda oleh syahwat dunia<br />Yang tak tak semuanya pernah aku akui di hadapanMu dulu<br /><br />Duhai Maha Penyayang,<br />Kini aku bersungguh dalam duniaku<br />Menebar rahmatMu dalam bentuk yang aku tahu<br />Dalam tarian diantara pintu-pintu rahasiaMu<br />Memandang padang amal tanpa batas<br />Didekapan hangat dhuafaMu<br /><br />Duhai Pemilik Ampunan,<br />Ampuni kakiku, tanganku, mulutku, hidungku, mataku, lidahku<br />Ampuni kalbuku, semaikan sanubariku<br />Teguhkan langkahku, kukuhkan azamku<br /><br />Yaa Maajid,<br />Begitu banyak karuniaMu<br />Begitu sedikit syukurku<br />Begitu luas samudera ampunanMu<br />Begitu sedikit taubatku<br /><br />Bilalah tiba saat hisabku <br />Aku terima semua <br />Sebagai pedosa yang berharap senyumMu<br /><br />Ambillah apa yang Engkau inginkan,<br />Karena telah aku bersaksi mereka milikMu<br />Namun jangan Engkau tahan<br />Karunia bagi dhuafaMu<br />Disebab dosa-dosaku<br /><br />Jadikan aku apapun,<br />Karena Engkau yang Maha Tahu<br />Namun jangan engkau tahan<br />Kecukupan bagi dhuafaMu<br />Disebab keingkaranku<br /><br />Ya Allah<br />Sesungguhnya hidupku, matiku telah kuserahkan kepadaMu<br />Izinkan aku menjadi sebab<br />Tersebarnya sebagian RizkiMu<br />Pada dhuafaMu</span></span>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-33407362971627428862008-04-22T15:03:00.003+07:002008-12-09T08:26:47.978+07:00Selamat Jalan Pejuang Allah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlDOc-eq_4lO4WXew9izZI9FOhg7FmbT9OikxxYQgBwey-2UpRTTXYMQI0YqhJwgnmJasmLuH1YTbzyCjbR5rLMSGUQ0ie7Y8vArQ8-1cWhlgfS_zcI_0uarmANDcgz7UGA0Nw45t1rGqw/s1600-h/Naim.jpg"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlDOc-eq_4lO4WXew9izZI9FOhg7FmbT9OikxxYQgBwey-2UpRTTXYMQI0YqhJwgnmJasmLuH1YTbzyCjbR5rLMSGUQ0ie7Y8vArQ8-1cWhlgfS_zcI_0uarmANDcgz7UGA0Nw45t1rGqw/s200/Naim.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5191977432987797314" /></a><br /><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;"><span><span>“Lakukan apapun yang Bapak anggap perlu” ujarnya pasti, “saya percaya dan saya dukung” demikian kalimat sederhana itu meneguhkan hati saya yang tengah terombang-ambing. Sebuah senyum hangat dan jabatan tangan erat membalas tatapan tajam. Lelaki muda berperawakan sedang itu lalu memeluk kuat seolah menegaskan posisinya.<br /><br />Dan Allah SWT membimbing kami mengarungi badai itu dengan selamat.<br /><br />Ia adalah lelaki sederhana yang memilih untuk memenuhi tugas menetap disebuah wilayah terpencil. Ia lelaki yang menghabiskan waktunya menatap ceria bulat mata anak-anak sembari mengajari mereka berucap “ a … ba … ta … tsa”. Ia juga yang menghiasi buku amalnya dengan senyum dan kecerian ibu-ibu sembari memberitahu mereka tentang amalan-amalan rasul dan perilaku pengabdian pada suami yang sangat dicintai Allah SWT, penciptanya.<br /><br />Ia adalah lelaki periang yang mengajari orang tua tentang agamaNya lewat perilakunya. Ia juga yang sabar mengajak orang ramai memakmurkan masjid mereka dengan wirid, pengajian, amalan ramadhan dan qurban. Ia juga yang tak letih melangkahkan kaki menjalin silaturahmi, mengetuk pintu-pintu rumah mengajak mendatangi majelis untuk mengingat Allah.<br /><br />Ia adalah lelaki rendah hati yang mengajarkan tentang kekuatan keihklasan mengabdi pada Allah dan berbakti pada guru. Ia yang pernah melewati hari-hari penuh ketidaknyamanan melawan sakit yang memaksanya meringkuk sendirian dipetak sederhana tanpa pernah mengeluh. Ia juga yang hanya datang mengetuk pintu meminta pertolongan ketika tubuhnya tak lagi mampu melawan penyakitnya. Ia juga yang tak bergeming meski ia beroleh kesempatan untuk tinggal bersama keluarga ditanah seberang yang penuh dengan kemudahan dunia.<br /><br />Ia adalah seorang hamba yang istiqamah yang menutup harinya dengan keindahan. Ia juga yang tergolek tak sadarkan diri berhari-hari untuk kemudian membuka mata, melafalkan Asmaul Husna untuk beberapa saat hingga tiba baginya waktu bertemu Khaliqnya.<br /><br />Ia adalah seorang rekan yang memilih jalan yang tak banyak dipilih orang untuk membuat sebuah perbedaan nyata. Ia adalah lelaki yang telah pergi dari Desa Pulau Abang untuk selamanya, meninggalkan saudara, rekan, orang tua yang menemani kesendiriannya sejak empat tahun lalu. Meninggalkan indahnya ayat-ayat Qur’an yang dilantunkan orang ramai, sebagai amal jariyahnya.<br /><br />Ia adalah seorang sahabat yang telah menutup sejarahnya dalam keadaan berjuang menegakkan kalimatNya. Ia juga yang meninggalkan sebuah teladan bagi kami yang meneruskan kerja kerasnya, sembari berharap kelak Allah SWT berkenan menunggu kami diujung jalan terjal berkelok perjuangan ini, seperti yang telah Ia lakukan untuknya<br /><br />Selamat jalan, wahai Muhammad Naim, wahai Pejuang Allah.</span></span></span></span><br /></div>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-41627937042456243882008-04-11T11:09:00.001+07:002008-04-11T11:11:42.569+07:00Anugerah<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;"><span><span>Seorang rekan, aktivis mahasiswa, yang karena kegigihannya berhasil memajukan sebuah desa di Lereng Merapi, menerima penghargaan dari kampusnya. Dalam acara di itu, ia mengejutkan 1000-an mahasiswa dan dosen UGM yang hadir dengan sambutan singkatnya: "bila ini adalah sebuah tindakan monumental, maka yang paling layak mendapatkan penghargaan ini adalah istri saya. Tanpanya, saya hanyalah seorang laki-laki tanpa arah di pinggiran kampus".<br /><br />Dalam sejarah, dibelakang lelaki hebat selalu ditemukan wanita luar biasa. Sebut saja Khadijah r.a. Tanpa mengecilkan peran istri-istri Nabi Muhammad SAW yang lain, sosok Khadijah r.a memang luar biasa. Bila ditemukan referensinya, kita akan juga melihat peran luar biasa yang dimainkan istri para khulafaur rasyidin.<br /><br />Dalam lingkup yang kami ketahui, kami bisa sebutkan Karsiti, Arsidah Gumiarti, Nurhidayah, Siti Aminah, Raidah, Mariana, Aswana Rangkuti, Nurizzahro Salim, Syapiah, Afnur Siswanti, Ummu Salamah, Elizarti, Dwi Damayanti, Isnaini, Nurul Badriyah, Siti Muyasaroh. Mereka adalah sebagian istri-istri Dai Pulau yang setia menemani suami mereka mengabdi di wilayah terpencil di hinterland.<br /><br />Meski sangat jarang kami sebutkan, merekalah sosok-sosok luar biasa dibelakang kesuksesan program Pemberdayaan Desa Pantai kami selama 8 tahun terakhir. Karena memang sangat tidak mudah mendukung suami, merawat keluarga dan membesarkan buah hati didaerah dengan fasilitas yang sangat minim, justru ketika suami mereka memiliki pilihan untuk hidup lebih baik dikampung asal mereka.<br /><br />Mereka melengkapi sederetan rekan: Favorita, Widyawati, Yustina, Nur Zubaidah yang karena sifat pekerjaan kami, seringkali harus menghabiskan malam, akhir pekan dan minggu bersama anda para muzakki, bersama mustahiq, masyarakat umum dan warga hinterland. Merekalah sosok luar biasa yang dengan caraNya Allah SWT mengizinkan mereka meyakinkan suami dan putra-putrinya bahwa mereka tetaplah ibu yang penyayang dan istri yang sholehah.<br /><br />Dibelakang kami ada Siti Nur Khaiyah, Nadya Asamarani, Erni Sukmawati, Srianah, Handayanti, Endriana, Rini Widayati yang berteguh hati mendampingi kami, suami mereka, melakukan aktivitas yang nyaris tak menyisakan hari. Merekalah yang bersusah payah menjelaskan pada putra-putrinya mengapa kami tak seperti ayah teman-teman mereka, sembari berharap Allah SWT mengantarkan kami selamat didepan pintu rumah mereka ditengah hening malam.<br /><br />Sungguh, tak akan jadi seperti ini perjuangan kami tanpa kehadiran mereka. Mereka adalah anugerah luar biasa yang Allah SWT berikan pada umat ini. Maka, sebagai balasan, kami hanya ingin selalu khusyu berdoa : semoga Allah SWT muliakan mereka dengan apa yang telah Ia muliakan istri para mujahid Badar.</span></span></span></span>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-52530767853068601502008-01-07T15:15:00.000+07:002008-01-07T17:15:22.932+07:00Memulai Perubahan<p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">FULAN, demikian ia memperkenalkan diri, memandang dengan tajam. ”Saya ini fakir, miskin dan gharim. Anak-anak saya sudah tidak sekolah, saya sudah hancur, bukan lagi diambang kehancuran. Saya hanya perlu 1.3 juta untuk usaha, saya perlu pancing, bukan ikan. Pendidikan dan anak yatim tidak ada didalam (teks) asnaf di Alqur'an, kenapa mereka didahulukan? Demi Allah, keluarkan hak saya dari dana zakat.” ujarnya dengan nada tinggi.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Ungkapan diatas adalah nyata, bukan rekaan. Rasa marah, bingung, kecewa, sedih, sesak bercampur menjadi satu dalam untaian pilihan kata-kata pedas. ”Saya akan adukan ini ke Allah” imbuhnya, menegaskan beban yang amat berat. ”Anda tahu, kita akan dimintai pertanggung jawaban atas semua pemikiran, keputusan dan tindakan kita” adalah ucapan akhir yang melengkapi nasehat Allah SWT yang kami terima melalui mustahiq ini.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Sebagai yang berhadapan langsung dengan mustahiq, itu adalah 'sarapan' sehari-hari. Sebagai amil, ternyata kami punya fungsi lain: pendengar yang baik. Tidak banyak yang dapat dilakukan menghadapi mustahiq dalam kondisi terjepit semacam itu, kecuali mendengar, berempati dan membiarkan semuanya tumpah. Ketika permohonan tak kuasa kami penuhi, setidaknya kami masih bisa jadi tempat berkeluh kesah.</span></span><span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Saudara kita dalam posisi demikian nampaknya memiliki logika: saya orang Islam, sedang kesusahan, ada lembaga pengelola zakat, maka saya harusnya mendapat hak dan bantuan, karena dana itu bukan milik lembaga tersebut. Logika yang sederhana.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Bagi kami, logika tersebut tidak demikian sederhana. Sebagai middle-man, perantara, logika tersebut membuat kami memiliki dua wilayah 'peperangan' sekaligus. Pertama: menjelaskan kepada khalayak mampu tentang kondisi kritis 1/3 saudara dikotanya. Kedua: menjelaskan dengan cara yang tepat kepada mustahiq bahwa dana kami bukannya tanpa batas. Tak mungkin dengan sepuluh kami melayani seratus. </span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Donatur, menurut sifat alaminya, selalu berkeinginan untuk menyaksikan sendiri bantuannya menyenangkan mereka yang menerima. Dalam prakteknya, sifat itu diterjemahkan menjadi menyalurkan, menyerahkan sendiri bantuannya. Tak ada yang menyanggah tentang bagaimana nikmat Allah menyaksikan keceriaan mereka yang menerima dari tangan kita.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Donatur, menurut sifat alaminya, seringkali tidak memiliki cukup waktu untuk melihat lebih dalam kebutuhan sesungguhnya dari fakir miskin. Pekerjaannya sudah menyita sisa waktunya. Pada gilirannya, donatur hanya punya sedikit pilihan: mencari informasi sekilas atau meniru yang sudah lebih dulu atau meneruskan kebiasaan. </span></span><span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Beasiswa, santunan rumah ibadah, santunan yayasan pendidikan Islam, santunan yatim piatu menjadi kegiatan favorit. </span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Meski disadari bahwa kebutuhan mereka lebih besar dan lebih dalam untuk diselesaikan dengan santunan-santunan konsumtif dan sesaat, namun itu adalah hasil maksimal yang bisa diperoleh dengan upaya dirinya sendiri.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Pun demikian dengan waktunya. Kita bisa melihat kecenderungan ramadhan menjadi waktu utama berdagang dengan Allah dengan mengeluarkan hak fakir miskin, menyantuni anak yatim.<span> </span></span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Tidak ada yang salah, Allah menjanjikan 'return on investment', hasil / pahala yang lebih besar atas ibadah (perniagaan dengan Allah) dibulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Kita semua faham, dan itu yang kita lakukan tahun kemarin, tahun ini dan Insya Allah tahun depan.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Namun demikian, ada fakta yang jelas dan mudah dipahami yang luput dari perhatian: Allah tidak menguji sebagian hambaNya dengan kemiskinan dan kesusahan mulai 1 Ramadhan lalu berakhir 1 Syawal, tapi Dia mengujinya sepanjang tahun menurut kehendakNya.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Pada titik inilah masalah diatas berawal.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Agak sulit menjelaskan kepada fakir miskin bahwa lebih banyak yang menyalurkan hak orang lain setahun sekali dan dibulan-bulan tertentu saja. Itupun dibagi kepada puluhan atau ratusan institusi/lembaga sosial dan ribuan fakir miskin di kota ini. Donasi teratur yang memang sedikit itulah yang harus kami bagi untuk semua yang mengajukan dan dalam rentang sepanjang tahun.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Sama sulitnya juga mengarahkan mereka untuk langsung mendatangi dan mengetuk pintu rumah individu-individu yang berkecukupan karena sifat azasi lembaga mengharuskan kami lebih mudah diakses. Atau menjelaskan bahwa mengapa lebih banyak donasi diterima untuk pendidikan dibandingkan modal usaha yang menyebabkan ia belum bisa menerima hak untuk bantuan modal usaha.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">”Kemana lagi saya harus meminta?” tanyanya dengan nada geram. ”Selain Allah, bapak bisa minta ke pemerintah/walikota, karena tanggung jawab utama terhadap fakir miskin ada dipundak mereka, kami hanya membantu, semampu kami” jawab saya dengan serius, ”kami tengah berusaha, mohon sabar menunggu”</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Sesaat, saya membayangkan mungkin akan lebih mudah bagi saya dan bapak ini apabila lebih banyak orang berkecukupan yang bersedia menyalurkan hak orang lain yang Allah titipkan secara rutin setiap bulan, kepada lembaga seperti kami. Kami akan lebih berdaya, lembaga lainnya juga akan berdaya, bapak ini dan bapak-bapak lainnya mungkin tidak perlu mengucapkan seperti diatas hanya untuk mendapatkan haknya.</span></span><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></span><span></span></span> </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Namun kami juga harus berbenah, agar program kami lebih dikenal. Kasus diatas menegaskan betapa mengatasi kemiskinan adalah pekerjaan multi dimensi, dan komunikasi yang efektif akan sangat membantu. Tulisan ini dan tulisan-tulisan lainnya dimaksudkan untuk membangun komunikasi dengan anda, donatur yang terhormat. Tujuannya agar kita bisa bersama-sama memulai perubahan untuk peningkatan hidup kita dan tentu saja saudara-saudara kita yang kurang beruntung.(***)</span></span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Batam, Oktober 2007</span></span><br /></span></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-size:85%;">(Ditulis untuk Bulettin Az Zakah DSNI Amanah dan dimuat di <span style="font-style: italic;">www.dsniamanah.or.id</span>)</span><br /><br /></span></div>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-19275106753866840702008-01-04T12:03:00.000+07:002008-01-07T17:15:55.261+07:00Haji Wan<div align="justify"><span style="font-size:85%;">Haji Wan. Demikian ia biasa dipanggil. Tidak ada yang istimewa dari penampilan lelaki peranakan cina melayu itu. Ia tinggal dikampung nelayan di kawasan galang, yang listriknya lebih sering mati dari hidup. Ia berprofesi sebagai toke, istilah yang digunakan untuk pengepul ikan dari nelayan.<br /><br />Selain sebagai toke, ia aktif sebagai imam masjid bersama dengan seorang haji lainnya. Cara berpakaian menunjukkan ia memiliki pandangan berbeda dalam beberapa hal di wilayah hilafiyah dari masyarakat kebanyakan . Pun demikian, ia sangat dekat dengan masyarakat yang sangat menghormatinya.<br /><br />Sekali lagi, tidak ada yang istimewa darinya kecuali cara ia mengajak masyarakat memakmurkan masjid di Ramadhan dan Idul Fitri. Sebuah cara yang luar biasa yang belum pernah saya temukan didusun-dusun nelayan di hinterland, setidaknya sampai saat ini.<br /><br />Warga dusunnya bukanlah orang-orang yang pandai menabung. Selain karena kebutuhan hidup, pola masyarakat yang konsumtif seringkali menyebabkan penghasilan dari menangkap ikan tidak berbekas, kecuali untuk rumah dan perlengkapannya. Infaq Ramadhan dan Idul Fitri yang tidak telalu besar sangat merisaukan hatinya, ditambah dengan keluhan orang tua memenuhi tuntutan anak-anak mereka menjelang hari raya.<br />Mencoba mengatasi hal tersebut, lepas ramadhan tahun lalu ia menerapkan satu pendekatan yang unik.<br /><br />Ia mengajak para nelayan yang biasa menjual ikan kepadanya berunding. Ia menawarkan diri untuk memotong Rp. 500 – Rp. 1000 dari setiap kilogram hasil penjualan mereka dan menyimpannya. Ia menjelaskan uang tersebut akan dikembalikan menjelang hari idul fitri tahun depannya.<br /><br />Tak banyak yang berminat pada awalnya. Dari 40-an nelayan, 7 diantaranya bersepakat. Maka Haji Wan pun secara istiqamah memotong, mencatat dan menyimpan potongan hasil penjualan itu. Uang itu ia simpan dirumahnya, karena memang ia tidak memiliki alternatif lain.<br /><br />Awal Ramadhan kemarin, ia membagikan hasil pemotongan selama setahun. Ia mengembalikan uang 2 – 6 juta rupiah kepada 7 nelayan tersebut seraya menekankan untuk menginfaqkan sebagian dari uang tersebut pada masjid, baik infaq ramadhan maupun sholat Idul Fitri. Mereka mendengarkan nasihat itu dan mematuhinya.<br /><br />Pada perhitungan akhir, infaq ramadhan melonjak sampai tiga kali lipat dan infaq sholat Idul Ftri bertambah dua kali lipat. Ke – 7 keluarga nelayan tersebut juga secara nyata mampu merayakan hari raya tersebut dengan lebih baik. Kini, berbondong-bondong nelayan mendengar nasihatnya dan mengikuti jejak 7 nelayan terdahulu.<br /><br />Pendidikan Haji Wan hanyalah lepas sekolah dasar, namun ia behasil menemukan kearifan dalam memahami masalah. Ia menggunakan apa yang ia miliki, ia mengambil tindakan menurut mampunya, beristiqamah dan akhirnya menghasilkan solusi cerdas bagi problematika masyarakatnya.<br /><br />Mencoba menjadi Haji Wan, saya berusaha memahami apa yang ada dibenaknya ketika ia memulai upayanya tersebut. Saya berharap kita bisa menemukan intinya dan mengaplikasikannya dilingkungan kita. Pertanyaan-pertanyaan berikut menggelayut dikepala: potensi apakah yang sesungguhnya kita miliki? Potensi apa yang dimiliki oleh Haji Wan yang tidak kita miliki?<br /><br />Apapun itu, Haji Wan menunjukkan satu hal: semua kita memiliki sesuatu untuk merubah keadaan. Kita tidak perlu menunggu hingga semua siap untuk memperbaiki keadaan. Haji Wan menggunakan posisinya sebagai toke sebagai alat berdakwah, bukan posisinya sebagai haji atau imam masjid. Ia tidak berdakwah dengan bicara, ia bertindak. Ia tidak cuma bicara ayat dan hadist, ia langsung mempraktekkannya.<br /><br />Setiap membayangkan sosoknya, selalu terngiang kata-katanya: "Allah tidak berkehendak semua menjadi ustadz, maka lakukanlah sesuatu menurut cara dan mampu kita. Yang mulia adalah mereka yang melakukan, bukan yang hanya bicara, karena Rasulpun seorang pedagang".<br /><br />Upaya apakah yang sudah kita lakukan minggu ini untuk umat? Marilah kita membayangkan pertanyaan itu Allah SWT ajukan pada kita dihari perhitungan kelak, seraya bersabda" Bukankah sudah kuberikan hartaKu padamu? Bukankah sudah kutitipkan ilmuKu padamu? Bukankah sudah kau dengar ucapan rasulKu untukmu? Bukankah telah datang fakir miskinKu kedepan pintu rumahmu?"<br /><br />Sungguh pada hari itu, tak ada retorika yang bisa menyelamatkan kelalaian kita.</span></div><div align="justify"><span style="font-size:85%;"></span> </div><div align="justify"><span style="font-size:85%;">Batam, November 2007<br /><br /><span style="font-size:85%;">(ditulis untuk Bulettin Az Zakah DSNI Amanah dan dimuat di <span style="font-style: italic;">www.dsniamanah.or.id</span>)</span><br /></span></div>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5719884712218015156.post-64124655110796805672008-01-04T10:03:00.001+07:002008-12-09T08:26:48.263+07:00VISIT INDONESIA YEAR 2008<div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuKKqxN6hA1EcNm8519A5PnZ4hN05N-zZFLPc5boAA48drPUmbWdT0k9Y10oLaZ_nh8vE77ySQBO0I4-o3f0GrCMLMvDmIQMl4tUgj47UNU9zAPgk6xSPO0n_GKmFStnL3L97HwGN87EGn/s1600-h/logo_viy2008_hitam.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5151451840860086354" style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center;" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuKKqxN6hA1EcNm8519A5PnZ4hN05N-zZFLPc5boAA48drPUmbWdT0k9Y10oLaZ_nh8vE77ySQBO0I4-o3f0GrCMLMvDmIQMl4tUgj47UNU9zAPgk6xSPO0n_GKmFStnL3L97HwGN87EGn/s320/logo_viy2008_hitam.jpg" border="0" /></a><br /><br /><div></div></div>Bimo T Prasetyohttp://www.blogger.com/profile/01301996024198819268noreply@blogger.com1