“Lakukan apapun yang Bapak anggap perlu” ujarnya pasti, “saya percaya dan saya dukung” demikian kalimat sederhana itu meneguhkan hati saya yang tengah terombang-ambing. Sebuah senyum hangat dan jabatan tangan erat membalas tatapan tajam. Lelaki muda berperawakan sedang itu lalu memeluk kuat seolah menegaskan posisinya.
Dan Allah SWT membimbing kami mengarungi badai itu dengan selamat.
Ia adalah lelaki sederhana yang memilih untuk memenuhi tugas menetap disebuah wilayah terpencil. Ia lelaki yang menghabiskan waktunya menatap ceria bulat mata anak-anak sembari mengajari mereka berucap “ a … ba … ta … tsa”. Ia juga yang menghiasi buku amalnya dengan senyum dan kecerian ibu-ibu sembari memberitahu mereka tentang amalan-amalan rasul dan perilaku pengabdian pada suami yang sangat dicintai Allah SWT, penciptanya.
Ia adalah lelaki periang yang mengajari orang tua tentang agamaNya lewat perilakunya. Ia juga yang sabar mengajak orang ramai memakmurkan masjid mereka dengan wirid, pengajian, amalan ramadhan dan qurban. Ia juga yang tak letih melangkahkan kaki menjalin silaturahmi, mengetuk pintu-pintu rumah mengajak mendatangi majelis untuk mengingat Allah.
Ia adalah lelaki rendah hati yang mengajarkan tentang kekuatan keihklasan mengabdi pada Allah dan berbakti pada guru. Ia yang pernah melewati hari-hari penuh ketidaknyamanan melawan sakit yang memaksanya meringkuk sendirian dipetak sederhana tanpa pernah mengeluh. Ia juga yang hanya datang mengetuk pintu meminta pertolongan ketika tubuhnya tak lagi mampu melawan penyakitnya. Ia juga yang tak bergeming meski ia beroleh kesempatan untuk tinggal bersama keluarga ditanah seberang yang penuh dengan kemudahan dunia.
Ia adalah seorang hamba yang istiqamah yang menutup harinya dengan keindahan. Ia juga yang tergolek tak sadarkan diri berhari-hari untuk kemudian membuka mata, melafalkan Asmaul Husna untuk beberapa saat hingga tiba baginya waktu bertemu Khaliqnya.
Ia adalah seorang rekan yang memilih jalan yang tak banyak dipilih orang untuk membuat sebuah perbedaan nyata. Ia adalah lelaki yang telah pergi dari Desa Pulau Abang untuk selamanya, meninggalkan saudara, rekan, orang tua yang menemani kesendiriannya sejak empat tahun lalu. Meninggalkan indahnya ayat-ayat Qur’an yang dilantunkan orang ramai, sebagai amal jariyahnya.
Ia adalah seorang sahabat yang telah menutup sejarahnya dalam keadaan berjuang menegakkan kalimatNya. Ia juga yang meninggalkan sebuah teladan bagi kami yang meneruskan kerja kerasnya, sembari berharap kelak Allah SWT berkenan menunggu kami diujung jalan terjal berkelok perjuangan ini, seperti yang telah Ia lakukan untuknya
Selamat jalan, wahai Muhammad Naim, wahai Pejuang Allah.
Dan Allah SWT membimbing kami mengarungi badai itu dengan selamat.
Ia adalah lelaki sederhana yang memilih untuk memenuhi tugas menetap disebuah wilayah terpencil. Ia lelaki yang menghabiskan waktunya menatap ceria bulat mata anak-anak sembari mengajari mereka berucap “ a … ba … ta … tsa”. Ia juga yang menghiasi buku amalnya dengan senyum dan kecerian ibu-ibu sembari memberitahu mereka tentang amalan-amalan rasul dan perilaku pengabdian pada suami yang sangat dicintai Allah SWT, penciptanya.
Ia adalah lelaki periang yang mengajari orang tua tentang agamaNya lewat perilakunya. Ia juga yang sabar mengajak orang ramai memakmurkan masjid mereka dengan wirid, pengajian, amalan ramadhan dan qurban. Ia juga yang tak letih melangkahkan kaki menjalin silaturahmi, mengetuk pintu-pintu rumah mengajak mendatangi majelis untuk mengingat Allah.
Ia adalah lelaki rendah hati yang mengajarkan tentang kekuatan keihklasan mengabdi pada Allah dan berbakti pada guru. Ia yang pernah melewati hari-hari penuh ketidaknyamanan melawan sakit yang memaksanya meringkuk sendirian dipetak sederhana tanpa pernah mengeluh. Ia juga yang hanya datang mengetuk pintu meminta pertolongan ketika tubuhnya tak lagi mampu melawan penyakitnya. Ia juga yang tak bergeming meski ia beroleh kesempatan untuk tinggal bersama keluarga ditanah seberang yang penuh dengan kemudahan dunia.
Ia adalah seorang hamba yang istiqamah yang menutup harinya dengan keindahan. Ia juga yang tergolek tak sadarkan diri berhari-hari untuk kemudian membuka mata, melafalkan Asmaul Husna untuk beberapa saat hingga tiba baginya waktu bertemu Khaliqnya.
Ia adalah seorang rekan yang memilih jalan yang tak banyak dipilih orang untuk membuat sebuah perbedaan nyata. Ia adalah lelaki yang telah pergi dari Desa Pulau Abang untuk selamanya, meninggalkan saudara, rekan, orang tua yang menemani kesendiriannya sejak empat tahun lalu. Meninggalkan indahnya ayat-ayat Qur’an yang dilantunkan orang ramai, sebagai amal jariyahnya.
Ia adalah seorang sahabat yang telah menutup sejarahnya dalam keadaan berjuang menegakkan kalimatNya. Ia juga yang meninggalkan sebuah teladan bagi kami yang meneruskan kerja kerasnya, sembari berharap kelak Allah SWT berkenan menunggu kami diujung jalan terjal berkelok perjuangan ini, seperti yang telah Ia lakukan untuknya
Selamat jalan, wahai Muhammad Naim, wahai Pejuang Allah.
No comments:
Post a Comment